Aturan dan Kontroversi Karnaval Banyuwangi Horeg: Antara Kreativitas dan Dampak Sosial
|  | 
| karnaval Banyuwangi Horeg | 
Fenomena musik Horeg semakin sering muncul di berbagai acara publik, termasuk karnaval tahunan di Banyuwangi. Pada tahun 2025, acara ini menarik perhatian ribuan warga yang memadati jalan utama kota. Suasana semula penuh semangat, namun berubah menjadi sorotan publik ketika sejumlah peserta melanggar aturan penggunaan sound system.
Acara dimulai sejak sore dengan parade budaya, tari tradisional, dan musik kontemporer. Namun, ketika malam tiba, suara dentuman khas Horeg semakin mendominasi. Menurut pantauan, beberapa peserta menggunakan sound dengan daya melebihi batas ketentuan, bahkan hingga dini hari.
Aturan yang Dilanggar Peserta Karnaval
Berdasarkan Peraturan Daerah Banyuwangi Nomor 5 Tahun 2023 tentang Ketertiban Umum, penggunaan pengeras suara dalam acara publik hanya diizinkan sampai pukul 23.00 dan tidak boleh melebihi ambang batas 100 dB.
Kepala Satpol PP Banyuwangi, Heri Santoso, menjelaskan,
“Kami sudah memberi peringatan sejak awal agar sound system dipakai sesuai aturan. Sayangnya, ada beberapa peserta yang melanggar hingga larut malam. Ini tentu mengganggu kenyamanan warga,” ujarnya.
Pelanggaran tersebut membuat acara yang seharusnya menjadi hiburan berubah menjadi keluhan bagi sebagian masyarakat.
Dampak Sosial di Lingkungan Sekitar
Dampak paling terasa dari pelanggaran aturan ini adalah kebisingan yang mengganggu aktivitas warga. Sejumlah masyarakat di Desa Sempu, lokasi dekat jalur karnaval, mengaku sulit beristirahat karena dentuman musik yang berlarut-larut.
Seorang warga, Siti Rohmah, mengatakan,
“Anak-anak jadi susah tidur. Apalagi acaranya selesai hampir jam 2 pagi. Kami berharap tahun depan panitia lebih tegas mengatur jadwal,” tuturnya.
Selain itu, beberapa fasilitas umum dilaporkan mengalami kerusakan ringan akibat getaran kuat dari sound berdaya besar. Hal ini menambah daftar kritik terhadap pelaksanaan karnaval.
Reaksi Pemerintah Daerah
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menegaskan akan mengevaluasi pelaksanaan karnaval berikutnya. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengapresiasi kreativitas anak muda melalui musik Horeg, tetapi juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan.
“Kita mendukung kreativitas, namun semua harus sesuai koridor. Jika tidak, yang terjadi justru kontraproduktif dan merugikan citra acara,” ujar Kepala Dinas Pariwisata, Rudi Prasetyo.
Langkah tegas berupa denda administratif juga disebut akan diberlakukan untuk peserta yang melanggar aturan di acara mendatang.
Perspektif Komunitas Lokal
Fenomena Horeg sebenarnya sudah menjadi bagian dari ekspresi budaya populer di Jawa Timur. Banyak komunitas musik menganggapnya sebagai identitas baru yang penuh energi. Namun, sebagian masyarakat menilai gaya musik ini terlalu bising jika tidak diatur.
Ketua komunitas pemuda setempat, Andi Saputra, menilai bahwa musik Horeg bisa menjadi daya tarik wisata jika dikelola dengan baik.
“Kalau diatur jamnya, dikasih panggung khusus, ini bisa jadi atraksi keren. Masalahnya, ketika tidak ada batasan, warga sekitar jadi terganggu,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan adanya dilema antara menjaga kreativitas dan melindungi kenyamanan publik.
Karnaval Banyuwangi Horeg dan Sorotan Media
Peristiwa ini juga menjadi perbincangan di berbagai media nasional. Tidak hanya karena aspek musiknya, tetapi juga akibat insiden yang terjadi. Beberapa media menyoroti bagaimana peserta mengabaikan aturan hingga menimbulkan kerugian sosial.
Bahkan di platform berita online, topik karnaval Banyuwangi Horeg menduduki tren populer, memperlihatkan tingginya perhatian publik terhadap fenomena ini. Dengan banyaknya sorotan, panitia diharapkan mampu memperbaiki tata kelola acara pada edisi berikutnya.
Analisis: Antara Kreativitas dan Ketertiban
Jika dilihat lebih dalam, permasalahan ini bukan sekadar soal musik Horeg. Intinya adalah bagaimana ruang publik digunakan dengan bertanggung jawab. Karnaval adalah ajang budaya yang semestinya menyatukan masyarakat. Namun, ketika aturan diabaikan, yang muncul justru polarisasi antara penikmat musik dan masyarakat terdampak.
Fenomena ini juga mencerminkan tantangan pemerintah daerah dalam menyeimbangkan promosi wisata dengan regulasi ketertiban umum. Di satu sisi, musik Horeg mampu menarik wisatawan muda. Di sisi lain, tanpa aturan yang jelas, acara bisa memunculkan resistensi dari masyarakat lokal.
Edukasi dan Solusi untuk Acara Mendatang
Sebagai bentuk perbaikan, beberapa solusi bisa diterapkan:
- 
Zona khusus: Membatasi penggunaan sound Horeg hanya di area tertentu yang jauh dari permukiman. 
- 
Jam terbatas: Menetapkan jadwal maksimal hingga pukul 23.00. 
- 
Panggung resmi: Memberi ruang legal untuk komunitas musik agar tidak menyalurkan ekspresi secara sembarangan. 
- 
Edukasi publik: Mensosialisasikan aturan kepada peserta sebelum acara dimulai. 
Dengan solusi ini, karnaval berikutnya bisa tetap semarak tanpa mengorbankan kenyamanan masyarakat.
Penutup
Kontroversi yang muncul dari karnaval Horeg di Banyuwangi menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Kreativitas musik memang layak diapresiasi, tetapi regulasi tetap harus dijalankan. Pemerintah, panitia, peserta, dan masyarakat perlu duduk bersama untuk menemukan titik tengah yang adil.
Dengan pengelolaan yang baik, karnaval tidak hanya menjadi hiburan tahunan, tetapi juga aset budaya yang membawa manfaat luas bagi Banyuwangi dan Indonesia.