Fenomena Sound Horeg: Antara Hiburan, Regulasi, dan Dampaknya bagi Masyarakat
![]() |
edukasi penggunaan Horeg |
Popularitas sound horeg membuat banyak pihak harus mencari titik tengah antara kebebasan berekspresi dalam hiburan dengan kenyamanan publik. Di beberapa daerah, fenomena ini bahkan menimbulkan pro dan kontra yang cukup kuat. Tidak hanya masyarakat umum, pakar kesehatan, akademisi, hingga pemerintah daerah ikut turun tangan dalam menyikapi tren yang viral ini.
Untuk memahami lebih dalam, penting melihat sound horeg bukan hanya sebagai hiburan sesaat, melainkan sebagai fenomena sosial yang memiliki implikasi budaya, kesehatan, serta hukum.
Sound Horeg dalam Perspektif Budaya Hiburan
Di banyak wilayah Indonesia, musik keras sudah menjadi bagian dari perayaan. Sound horeg dianggap menghadirkan energi tersendiri yang sulit tergantikan. Generasi muda memandangnya sebagai ekspresi kebebasan dan simbol modernitas.
Namun, bagi sebagian kalangan, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi acara, dentuman ini justru dirasakan sebagai gangguan. Hal ini menegaskan adanya benturan antara tradisi hiburan dengan kebutuhan akan kenyamanan publik.
Dampak Kesehatan dari Paparan Sound Horeg
Menurut dr. Andi Prasetyo, Sp.THT dari RSUD Jember, paparan suara keras dengan intensitas lebih dari 85 dB dapat menimbulkan gangguan pendengaran permanen. Jika terpapar dalam waktu lama, risiko tinnitus atau berdenging di telinga pun meningkat.
Paparan jangka panjang tidak hanya berdampak pada telinga, tetapi juga berpengaruh pada kualitas tidur, konsentrasi, bahkan kesehatan mental. Fenomena ini memperlihatkan bahwa sound horeg tidak bisa hanya dipandang dari sisi hiburan, tetapi harus dilihat dari aspek medis dan kesejahteraan masyarakat.
Regulasi dan Aturan Terkait Sound Horeg
Pemerintah daerah mulai mengatur batas penggunaan sound system dalam acara publik. Misalnya, beberapa kota memberlakukan batas waktu hingga pukul 22.00 dan membatasi tingkat kebisingan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 70 Tahun 2016.
Aturan ini tidak dimaksudkan untuk mematikan kreativitas, tetapi untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dalam berekspresi dengan hak masyarakat dalam menikmati lingkungan yang nyaman.
Peran Tokoh Masyarakat dan Akademisi
Di Yogyakarta, salah satu akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menilai bahwa fenomena sound horeg perlu dilihat secara komprehensif. Menurutnya, hiburan adalah bagian dari budaya, tetapi tetap harus sejalan dengan prinsip syariat dan norma sosial.
Pandangan ini memperkaya diskusi publik, menunjukkan bahwa masalah sound horeg bukan hanya soal teknis kebisingan, tetapi juga menyangkut nilai-nilai moral, sosial, dan keagamaan.
Respon Komunitas Terhadap Sound Horeg
Beberapa komunitas musik justru melihat sound horeg sebagai peluang untuk memperluas kreativitas. Mereka mencoba menciptakan remix atau aransemen musik yang lebih ramah pendengar tanpa mengurangi semangat pesta.
Di sisi lain, komunitas warga mendesak agar aparat menindak tegas penyalahgunaan sound horeg yang mengganggu lingkungan. Benturan pandangan ini memperlihatkan perlunya ruang dialog terbuka antara pecinta musik, masyarakat, dan regulator.
Inovasi Teknologi dalam Pengendalian Sound Horeg
Produsen peralatan audio kini mengembangkan teknologi untuk mengatur intensitas bass tanpa mengorbankan kualitas suara. Inovasi ini berpotensi menjadi solusi jangka panjang agar hiburan tetap meriah tanpa merugikan pendengar.
Jika teknologi ini diterapkan secara luas, sound horeg dapat tetap eksis dengan dampak negatif yang lebih minimal. Hal ini menegaskan pentingnya sinergi antara teknologi, regulasi, dan kesadaran masyarakat.
Edukasi Penggunaan Sound Horeg yang Lebih Bijak
Selain regulasi dan teknologi, hal yang paling penting adalah edukasi penggunaan Horeg. Masyarakat perlu memahami risiko kesehatan, etika penggunaan, dan konsekuensi hukum jika melanggar aturan kebisingan.
Edukasi ini bisa dilakukan melalui kampanye publik, sosialisasi oleh pemerintah daerah, maupun gerakan komunitas musik. Dengan pengetahuan yang memadai, masyarakat dapat tetap menikmati hiburan tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan kesehatan orang lain.
Studi Kasus: Suara Warga di Acara Hajatan
Di sebuah desa di Jawa Timur, warga mengaku terganggu dengan acara hajatan yang menggunakan sound horeg hingga larut malam. Beberapa orang tua melaporkan anak-anaknya sulit tidur, sementara lansia mengeluhkan sakit kepala akibat dentuman keras.
Kisah nyata ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan yang jelas, serta kesadaran panitia acara untuk menghormati lingkungan sekitar. Pengalaman masyarakat bisa menjadi pelajaran agar penggunaan sound horeg lebih terkendali.
Masa Depan Sound Horeg: Antara Tradisi dan Modernitas
Fenomena sound horeg kemungkinan besar tidak akan hilang begitu saja. Namun, dengan adanya aturan, inovasi, serta kesadaran publik, tren ini bisa diarahkan menjadi hiburan yang sehat, tertib, dan berkelanjutan.
Masyarakat, pemerintah, serta komunitas musik perlu duduk bersama agar suara dentuman keras tidak lagi menjadi sumber konflik, tetapi menjadi simbol kebersamaan yang dinikmati semua pihak.