Fenomena Sound Horeg: Antara Hiburan, Etika, dan Royalti Musisi

royalti lagu Horeg
royalti lagu Horeg

Detikabar.com - Asal Usul dan Popularitas Sound Horeg

Sound horeg pertama kali dikenal sebagai musik remix dengan beat cepat, dentuman bass keras, dan nuansa yang meriah. Popularitasnya tumbuh pesat di berbagai daerah, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, karena sering diputar dalam hajatan, acara rakyat, hingga parade malam. Karakter musiknya yang enerjik membuat sound horeg identik dengan hiburan jalanan.

Namun, semakin banyaknya penggunaan sound horeg menimbulkan pertanyaan serius. Apakah musik yang diputar sudah mendapat izin dari pemilik lagu? Atau justru sekadar remix tanpa menghormati hak cipta penciptanya?

Respons Musisi terhadap Sound Horeg

Salah satu band yang sering lagunya dijadikan bahan remix sound horeg adalah Tipe-X. Grup ska asal Jakarta ini mengaku senang karena karya mereka masih diminati generasi muda. Meski begitu, mereka juga menyatakan keresahan. Vokalis Tipe-X mengatakan dalam wawancara, “Kalau sekadar diputar untuk hiburan di rumah mungkin tidak masalah. Tapi kalau digunakan di acara publik atau komersial tanpa izin, jelas itu merugikan kami sebagai pencipta.”

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa isu sound horeg bukan sekadar soal tren musik, melainkan juga menyangkut hak ekonomi musisi.

Sikap DJKI dan Regulasi Hak Cipta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan bahwa setiap pemutaran musik di ruang publik harus melalui mekanisme izin resmi. Dalam situs resminya, DJKI menjelaskan bahwa karya cipta musik dilindungi undang-undang, sehingga setiap bentuk penggunaan tanpa izin bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.

DJKI bahkan menyinggung fenomena sound horeg yang kerap memodifikasi musik asli tanpa sepengetahuan penciptanya. Hal ini menimbulkan potensi sengketa, terutama jika musik digunakan untuk tujuan komersial.

Fatwa MUI Jawa Timur tentang Sound Horeg

Selain dari sisi hukum, fenomena ini juga menyentuh ranah etika dan agama. MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa terkait sound horeg. Mereka menilai bahwa musik yang diputar dalam bentuk remix seringkali mengabaikan norma, bahkan berpotensi menimbulkan kemudaratan di masyarakat.

Fatwa tersebut bukan berarti melarang musik sepenuhnya, melainkan mengingatkan agar setiap penggunaan karya tetap menghormati pencipta, etika, serta tidak menimbulkan kerugian.

Perspektif Budaya dan Sosial

Bagi masyarakat, sound horeg adalah hiburan murah meriah. Banyak anak muda yang merasa terwakili oleh energinya. Namun, di sisi lain, kehadiran sound horeg juga sering menimbulkan gangguan, terutama ketika diputar dengan volume berlebihan hingga larut malam.

Fenomena ini akhirnya menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, ia dianggap sebagai ekspresi budaya populer. Di sisi lain, ia juga dipandang melanggar norma sosial dan hukum.

Dampak Ekonomi dan Isu Royalti

Di balik semua perdebatan, ada satu isu utama: royalti untuk musisi. Lagu-lagu yang dipakai dalam remix seharusnya menghasilkan hak ekonomi bagi penciptanya. Sayangnya, dalam praktik sound horeg, hal ini sering diabaikan.

Kasus ini bisa menjadi contoh nyata bagaimana hak cipta bekerja. Ketika sebuah lagu diputar di kafe, konser, atau acara publik, pemilik tempat wajib membayar royalti melalui lembaga manajemen kolektif. Jika mekanisme ini juga diterapkan pada sound horeg, maka musisi tetap bisa mendapatkan haknya.

Bahkan, wacana mengenai royalti lagu Horeg kini semakin ramai dibicarakan, karena banyak pihak menilai musisi tidak seharusnya dirugikan oleh tren ini.

Cara Menghargai Musisi di Era Sound Horeg

Agar fenomena sound horeg tidak sekadar menjadi kontroversi, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:

  • Mengurus izin resmi: penyelenggara acara sebaiknya memastikan musik yang diputar sudah dilaporkan ke lembaga terkait.

  • Memberi kredit pada musisi: setiap remix sebaiknya tetap menyebutkan pencipta lagu asli.

  • Edukasi publik: masyarakat perlu memahami bahwa hak cipta bukan sekadar aturan, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap kreativitas.

Potensi Kolaborasi Positif

Alih-alih menimbulkan konflik, sound horeg sebenarnya bisa menjadi peluang. Musisi bisa bekerja sama dengan DJ lokal untuk membuat remix resmi yang dipasarkan di platform digital. Dengan begitu, musisi tetap mendapatkan royalti, sementara DJ memperoleh pengakuan legal atas karyanya.

Bahkan, model kolaborasi seperti ini sudah banyak terjadi di luar negeri, di mana remix resmi justru membawa lagu lama kembali populer dan menghasilkan pemasukan baru bagi penciptanya.

Peran Media dalam Mengedukasi Publik

Media memiliki tanggung jawab besar untuk mengedukasi masyarakat tentang fenomena ini. Artikel yang hanya menyoroti kontroversi tidak cukup. Harus ada informasi tentang hukum, etika, hingga solusi. Dengan demikian, pembaca tidak hanya terhibur, tetapi juga tercerahkan mengenai hak cipta dan pentingnya menghargai karya orang lain.

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel