Fenomena Sound Horeg: Antara Ekspresi Musik dan Keresahan Sosial

konflik warga Horeg
konflik warga Horeg

Detikabar.com - Sound horeg kini menjadi salah satu fenomena yang ramai diperbincangkan di masyarakat. Di berbagai daerah, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah, keberadaan sound horeg memicu pro dan kontra. Sebagian menganggapnya sebagai bentuk ekspresi musik modern yang meriah, sementara sebagian lain menilai suara bisingnya menimbulkan keresahan warga. Fenomena ini tidak hanya sebatas hiburan, melainkan juga menyentuh aspek budaya, kesehatan, hingga regulasi pemerintah.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang sound horeg: dari sisi budaya, dampak medis, perspektif hukum, hingga cerita nyata dari masyarakat yang terdampak. Tujuannya agar pembaca bisa memahami fenomena ini secara lebih komprehensif, bukan sekadar melihatnya dari sisi kontroversinya saja.

Asal Usul dan Budaya di Balik Sound Horeg

Sound horeg berasal dari tren penggunaan sound system dengan kapasitas besar di hajatan, konser kecil, hingga acara komunitas. Kata “horeg” sendiri adalah slang untuk menggambarkan suara bising yang menggelegar. Bagi sebagian kalangan, terutama anak muda, sound horeg adalah simbol kebebasan berekspresi.

Namun, bagi masyarakat umum, suara berlebihan justru menimbulkan rasa terganggu. Fenomena ini kemudian berkembang menjadi perdebatan: apakah sound horeg adalah budaya populer yang sah diterima, atau gangguan sosial yang harus dibatasi?

Dampak Kesehatan Menurut Pakar

Menurut dr. Andi Prasetyo, Sp.THT, dokter spesialis telinga di RSUD Dr. Soetomo, paparan suara di atas 85 desibel berpotensi merusak pendengaran. “Sound horeg bisa mencapai 120 desibel atau lebih. Jika terpapar terus-menerus, risiko tuli permanen sangat besar,” jelasnya.

Selain gangguan pendengaran, kebisingan ekstrem juga berhubungan dengan stres, gangguan tidur, hingga peningkatan tekanan darah. WHO sendiri telah menetapkan standar kebisingan yang aman, namun dalam praktiknya, sound horeg jauh melampaui batas tersebut.

Perspektif Sosial: Hiburan vs Gangguan

Dari sisi sosial, sound horeg adalah paradoks. Di satu sisi, ia menjadi hiburan murah meriah yang dinikmati banyak kalangan. Di sisi lain, ia menimbulkan keresahan.

Siti Aminah, warga Sidoarjo, mengaku sering terganggu tidurnya karena hajatan tetangga. “Kalau ada sound horeg, rumah saya sampai bergetar, anak-anak sulit tidur. Rasanya tidak nyaman,” ungkapnya.

Fenomena ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan antara pelaku dan warga sekitar. Konflik pun kerap muncul, bahkan dalam beberapa kasus sampai melibatkan aparat. Hal ini dikenal masyarakat dengan istilah konflik warga Horeg.

Perspektif Hukum dan Regulasi

Beberapa pemerintah daerah mulai mengeluarkan aturan untuk membatasi penggunaan sound system berdaya besar. Misalnya, pembatasan waktu penggunaan hingga larangan keras di malam hari.

Polda Jatim bahkan pernah menggelar razia terhadap hajatan yang menggunakan sound horeg berlebihan. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketertiban umum dan melindungi warga dari dampak kebisingan. Meski demikian, regulasi ini kerap memicu perdebatan baru, terutama dari para penyewa sound system yang merasa mata pencahariannya terancam.

Analisis Akademis tentang Sound Horeg

Dari sisi akademis, sound horeg bisa dilihat sebagai fenomena budaya populer. Menurut Dr. Ratna Dewi, dosen seni pertunjukan di salah satu universitas di Surakarta, sound horeg adalah bentuk ekspresi kolektif. “Anak muda menggunakan sound horeg sebagai media perlawanan dan eksistensi. Namun, ketika kebebasan itu bertabrakan dengan hak orang lain, muncul dilema sosial,” jelasnya.

Kajian semacam ini memperlihatkan bahwa sound horeg bukan sekadar soal musik, melainkan bagian dari dinamika sosial yang kompleks.

Dampak Psikologis pada Masyarakat

Selain kesehatan fisik, kebisingan berlebihan dapat memengaruhi psikologis warga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan suara keras bisa meningkatkan rasa cemas, mudah marah, hingga menurunkan produktivitas.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk, dampak ini semakin terasa. Tidak jarang terjadi pertengkaran antarwarga hanya karena urusan sound horeg. Hal ini memperlihatkan pentingnya regulasi sekaligus kesadaran sosial.

Solusi: Menemukan Jalan Tengah

Mengatasi fenomena sound horeg tidak bisa hanya dengan pelarangan. Diperlukan dialog antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku hiburan. Solusi yang bisa dipertimbangkan antara lain:

  • Pengaturan volume dan durasi: tidak lebih dari standar kebisingan WHO, dan hanya boleh digunakan di jam tertentu.

  • Penggunaan teknologi peredam: agar suara tidak terlalu meluas ke permukiman.

  • Edukasi masyarakat: tentang bahaya kesehatan akibat paparan suara keras.

Dengan pendekatan yang seimbang, sound horeg bisa tetap menjadi ekspresi budaya tanpa merugikan masyarakat sekitar.

FAQ: Pertanyaan yang Sering Muncul

1. Apa sebenarnya sound horeg?
Sound horeg adalah istilah populer untuk sound system berdaya besar yang menghasilkan suara keras hingga menggelegar, biasanya digunakan di hajatan atau konser kecil.

2. Apakah sound horeg berbahaya bagi kesehatan?
Ya. Suara di atas 85 desibel bisa berbahaya bagi pendengaran. Sound horeg umumnya melampaui 120 desibel.

3. Mengapa banyak warga menolak sound horeg?
Karena kebisingannya mengganggu tidur, memicu stres, bahkan bisa menimbulkan konflik sosial.

4. Apakah sound horeg dilarang pemerintah?
Beberapa daerah sudah mengeluarkan aturan pembatasan. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan di lapangan.

5. Apa alternatif hiburan yang lebih aman?
Menggunakan sound system standar dengan volume terkendali, atau memanfaatkan teknologi audio yang lebih ramah lingkungan.


Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel