Kronologi Adu Jotos Karnaval Sound Horeg di Malang: Dari Protes Warga hingga Mediasi Damai
|  | 
| adu jotos Horeg | 
Karnaval di Malang yang semestinya menjadi ajang hiburan mendadak ricuh setelah terjadi adu jotos Horeg antara sejumlah warga dan peserta karnaval. Insiden ini dipicu oleh protes keras warga yang merasa terganggu dengan dentuman musik dari sound system yang terlalu keras.
Beberapa warga yang memiliki anak kecil, bahkan ada yang sedang sakit, mengaku tidak bisa beristirahat karena suara musik yang menghentak hingga larut malam. Salah satunya Ahmad (42), warga setempat, menyampaikan keluhannya, “Anak saya sedang sakit, tapi suara musik itu benar-benar mengganggu. Saya sudah mencoba menegur baik-baik, tapi malah disambut emosi.”
Kronologi Lengkap Insiden Adu Jotos
Peristiwa bermula sekitar pukul 21.00 WIB, ketika beberapa warga mendatangi panitia karnaval untuk meminta volume suara diturunkan. Permintaan itu justru berujung cekcok mulut, dan salah satu pihak merasa tersulut emosi. Adu mulut yang semakin panas akhirnya memicu bentrok fisik.
Menurut kesaksian seorang saksi mata bernama Lestari (35), suasana sempat mencekam. “Awalnya hanya adu mulut, tapi tiba-tiba ada yang mendorong. Lalu langsung berlanjut jadi perkelahian,” ujarnya. Kejadian itu membuat arus karnaval terhenti, dan beberapa penonton panik berusaha menjauh dari kerumunan.
Respon Cepat Aparat Kepolisian
Aparat kepolisian yang sejak awal berjaga di sekitar lokasi langsung sigap melerai keributan. Kapolsek setempat, AKP Budi Santoso, menegaskan bahwa pihaknya segera mengambil tindakan agar bentrokan tidak melebar. “Kami langsung memisahkan kedua kelompok yang terlibat. Prinsipnya, semua harus kembali kondusif dan jangan sampai meluas ke pihak lain,” tegasnya.
Kehadiran aparat berhasil meredam emosi kedua belah pihak. Polisi kemudian memfasilitasi mediasi agar konflik tidak berlanjut ke ranah hukum.
Mediasi Antara Warga dan Panitia Karnaval
Mediasi berlangsung hingga tengah malam di balai desa setempat dengan menghadirkan tokoh masyarakat, aparat kepolisian, dan perwakilan panitia karnaval. Dalam pertemuan tersebut, panitia akhirnya menyampaikan permintaan maaf kepada warga atas insiden yang terjadi.
Selain itu, panitia berjanji akan lebih memperhatikan aturan penggunaan sound system di acara mendatang. Mereka juga sepakat memberikan ganti rugi untuk biaya pengobatan anak salah satu warga yang terganggu kesehatannya akibat suara keras tersebut.
Suara Warga: Antara Hiburan dan Ketertiban
Bagi sebagian warga, karnaval memang menjadi hiburan tahunan yang dinantikan. Namun, di sisi lain, dentuman sound horeg yang berlebihan dianggap mengganggu kenyamanan lingkungan. Hal ini menimbulkan dilema antara menjaga tradisi hiburan rakyat dengan kebutuhan warga untuk tetap tenang.
Salah seorang tokoh masyarakat, Pak Sumarno (55), menuturkan, “Kami tidak anti hiburan, tapi harus ada aturan yang jelas. Jangan sampai hiburan mengorbankan kesehatan dan kenyamanan warga.”
Perspektif Budaya: Fenomena Sound Horeg di Karnaval
Fenomena penggunaan sound system dengan volume tinggi, atau yang dikenal dengan istilah sound horeg, sudah menjadi bagian dari budaya karnaval di beberapa daerah Jawa Timur. Dentuman musik dianggap sebagai simbol kemeriahan.
Namun, tanpa regulasi yang jelas, fenomena ini rawan menimbulkan gesekan sosial. Budayawan lokal, Dr. Rini Astuti, menyebut, “Sound horeg itu bagian dari ekspresi budaya, tapi perlu ada kesadaran sosial. Kalau tidak diatur, yang muncul justru konflik seperti kasus di Malang ini.”
Jejak Digital dan Respons Publik
Kasus ini cepat menyebar di media sosial. Video detik-detik keributan antara warga dan peserta karnaval menjadi viral di berbagai platform. Banyak netizen yang bersimpati pada warga, terutama karena kasus ini dipicu anak sakit yang terganggu oleh suara musik keras.
Namun ada juga yang membela panitia dengan alasan bahwa karnaval memang identik dengan musik bervolume tinggi. Perdebatan warganet menunjukkan isu ini bukan sekadar persoalan lokal, melainkan juga perdebatan budaya yang lebih luas.
Tindakan Preventif untuk Karnaval Mendatang
Pemerintah daerah bersama aparat setempat berencana membuat aturan baru mengenai penggunaan sound system di acara masyarakat. Batas maksimal desibel dan jam operasional musik keras akan menjadi bagian dari regulasi tersebut.
Selain itu, aparat akan meningkatkan patroli di area karnaval agar insiden serupa tidak terulang. Panitia diharapkan berkoordinasi dengan pihak keamanan sejak awal agar acara berjalan meriah sekaligus aman.
Belajar dari Kasus Adu Jotos di Malang
Insiden adu jotos Horeg di Malang menjadi pelajaran penting bahwa hiburan rakyat harus tetap memperhatikan kenyamanan warga sekitar. Suara musik yang terlalu keras, meskipun menjadi ciri khas karnaval, tidak boleh menyingkirkan hak masyarakat untuk beristirahat dengan tenang.
Dengan adanya kesepakatan damai dan rencana regulasi baru, diharapkan ke depan karnaval bisa tetap berlangsung meriah tanpa menimbulkan konflik. Peran panitia, aparat, dan warga sangat penting untuk menciptakan keseimbangan antara tradisi hiburan dan ketertiban bersama.