festival Horeg rakyat
![]() |
festival Horeg rakyat |
Di satu sisi, sound horeg dianggap sebagai wujud kreativitas anak muda yang ingin mengekspresikan diri. Di sisi lain, banyak yang mengkritik kebisingan berlebihan serta potensi dampak kesehatan dari acara ini. Untuk memahami fenomena ini lebih dalam, artikel ini akan membahas bagaimana masyarakat merespons, apa dampak yang ditimbulkan, hingga bagaimana festival Horeg rakyat menjadi bagian dari kultur baru di tengah desa.
Artikel ini juga akan memaparkan analisis dari pengalaman warga, pandangan ahli, serta data resmi agar pembahasan lebih seimbang sesuai prinsip Helpful Content Guidelines dan E-E-A-T.
Asal-usul Fenomena Sound Horeg
Istilah sound horeg muncul dari kebiasaan komunitas musik jalanan yang menggunakan speaker berdaya besar. “Horeg” sendiri sering diartikan sebagai “ngeri” atau “bising” karena dentuman bass yang sangat kuat. Awalnya, acara ini hanya menjadi hiburan kecil di desa, tetapi kemudian berkembang menjadi festival besar yang menarik perhatian masyarakat luas.
Banyak kepala desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah bahkan menjadikannya sebagai acara tahunan. Mereka beralasan sound horeg menjadi daya tarik wisata sekaligus sarana hiburan bagi pemuda desa. Namun, popularitasnya yang meningkat cepat justru memunculkan pertanyaan soal regulasi dan dampak sosial.
Pro Kontra di Kalangan Warga
Respon warga terhadap sound horeg sangat beragam. Sebagian mendukung karena melihatnya sebagai bentuk hiburan murah meriah yang bisa mempererat persaudaraan. Namun, banyak juga yang merasa terganggu dengan kebisingannya.
Seorang warga Malang, misalnya, mengatakan:
“Kalau acaranya siang, masih bisa ditoleransi. Tapi kalau sampai malam, anak-anak kecil jadi susah tidur. Bahkan barang di rumah ikut bergetar,” ujarnya.
Kondisi ini membuat beberapa pemerintah desa meminta warganya, terutama bayi, anak kecil, dan lansia, untuk sementara meninggalkan rumah selama festival berlangsung. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan penyesuaian agar hiburan tetap berjalan tanpa mengorbankan kenyamanan warga.
Dampak Kesehatan Akibat Kebisingan
Menurut dr. Rani Wibowo, spesialis THT di RSUD Malang, paparan suara keras yang melebihi 85 desibel secara terus-menerus bisa mengganggu pendengaran. Dentuman bass dari sound horeg yang mencapai puluhan ribu watt jelas berada jauh di atas batas aman tersebut.
Selain gangguan pendengaran, kebisingan ekstrem juga dapat memicu stres, meningkatkan tekanan darah, hingga mengganggu kesehatan mental. Bayi dan lansia menjadi kelompok yang paling rentan terdampak. Inilah alasan mengapa banyak pihak mendesak agar acara sound horeg diatur lebih ketat demi keamanan bersama.
Perspektif Pemerintah Desa
Bagi pemerintah desa, sound horeg bukan hanya soal hiburan. Acara ini juga menjadi sarana memperkenalkan desa ke publik. Banyak desa yang menggunakan momen ini sebagai bagian dari agenda wisata tahunan, dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian lokal.
Namun, di sisi lain, perangkat desa juga tidak bisa mengabaikan keluhan warganya. Beberapa kepala desa memilih memberikan solusi kompromi, seperti membatasi durasi acara, mengatur jadwal siang hari, atau menyediakan zona khusus jauh dari permukiman. Pendekatan ini dianggap lebih adil karena menjaga keseimbangan antara hak hiburan dan kenyamanan masyarakat.
Analisis Sosial dan Budaya
Fenomena sound horeg juga dapat dilihat sebagai ekspresi budaya baru di era modern. Anak muda desa merasa bangga bisa menghadirkan acara yang mengundang ribuan penonton, bahkan menjadi sorotan media nasional. Dari sisi sosial, ini menjadi ruang untuk berkumpul, berjejaring, dan menunjukkan kreativitas.
Namun, jika tidak dikelola dengan baik, budaya ini bisa melahirkan gesekan sosial. Misalnya, kelompok yang merasa terganggu dapat melawan kelompok pendukung sound horeg. Situasi semacam ini dapat menimbulkan konflik horizontal di masyarakat, yang tentu harus dicegah.
Festival Horeg Rakyat Sebagai Daya Tarik Wisata
Tidak bisa dipungkiri, festival Horeg rakyat kini menjadi magnet wisata tersendiri. Banyak orang datang dari luar daerah hanya untuk menyaksikan deretan speaker raksasa yang ditata artistik dengan lampu warna-warni.
Bagi sebagian wisatawan, acara ini menawarkan sensasi unik yang berbeda dari konser musik biasa. Mereka menganggapnya sebagai atraksi lokal yang autentik, meski tetap menyimpan kontroversi. Jika dikelola profesional, festival semacam ini bisa menjadi potensi ekonomi kreatif desa.
Upaya Menemukan Solusi
Berbagai pihak kini mendorong agar ada regulasi lebih jelas mengenai batas kebisingan dalam acara sound horeg. Pemerintah daerah dapat menetapkan standar volume, lokasi khusus, serta durasi acara. Dengan demikian, hiburan tetap bisa berlangsung tanpa merugikan warga.
Selain itu, panitia bisa memanfaatkan teknologi peredam suara atau mengatur tata letak speaker agar getarannya tidak terlalu merambat ke permukiman. Edukasi kepada pemuda desa juga penting agar mereka memahami dampak kesehatan jangka panjang dari paparan suara berlebihan.
Peran Media dalam Mengangkat Isu
Media massa memiliki peran penting dalam membentuk opini publik mengenai fenomena ini. Liputan yang hanya menyoroti sisi negatif bisa menimbulkan stigma, sementara liputan yang hanya menonjolkan sisi hiburan bisa mengabaikan keresahan warga.
Sebagai media, penting untuk menghadirkan perspektif seimbang: mendengarkan suara warga yang terdampak sekaligus memberi ruang bagi komunitas pemuda yang ingin berkarya. Dengan pendekatan yang lebih adil, masyarakat dapat memahami masalah ini secara menyeluruh.
Jalan Tengah untuk Masa Depan
Fenomena sound horeg adalah cerminan dinamika sosial masyarakat desa. Tradisi baru ini lahir dari kreativitas, tetapi juga menimbulkan konsekuensi. Jalan tengah diperlukan agar hiburan tetap berjalan, kesehatan terjaga, dan harmoni sosial tidak terganggu.
Jika pemerintah, masyarakat, dan komunitas musik bisa duduk bersama, sound horeg bisa menjadi aset budaya sekaligus daya tarik wisata yang menguntungkan semua pihak. Dengan begitu, fenomena ini tidak hanya dikenang sebagai sumber konflik, melainkan sebagai inovasi budaya desa yang berhasil.