Kontroversi Sound Horeg: Antara Fatwa Haram, Dampak Sosial, dan Masalah Kesehatan
![]() |
WHO haram Horeg |
Artikel ini membahas lebih dalam mengenai bagaimana MUI mengeluarkan fatwa haram, pandangan medis terhadap dampak suara berlebih, serta bagaimana masyarakat sebaiknya menyikapi polemik ini. Analisis ini penting agar publik tidak hanya melihat dari sisi hiburan, melainkan memahami juga konsekuensi yang lebih luas.
Dengan menguraikan fakta, pandangan ahli, serta regulasi yang terkait, artikel ini mencoba menghadirkan perspektif seimbang mengenai sound horeg. Apakah benar hanya sebatas masalah kebisingan? Atau ada isu lebih besar di baliknya? Mari kita bahas.
Fatwa MUI: Sound Horeg Dinyatakan Haram
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah secara resmi mengeluarkan fatwa bahwa sound horeg dihukumi haram. Pertimbangan utama MUI bukan hanya pada aspek syariat yang mengaitkan musik dengan potensi maksiat, tetapi juga pada mudarat sosial dan kesehatan yang ditimbulkan.
Menurut pernyataan MUI, suara yang melampaui batas kewajaran termasuk dalam kategori israf atau berlebihan. Selain itu, suara keras dari sound horeg terbukti menimbulkan keresahan warga sekitar, mengganggu ibadah, hingga merusak ketenangan malam. Fatwa ini lantas menjadi dasar moral bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk menertibkan fenomena ini.
Pandangan Ulama dan Tokoh Agama tentang Sound Horeg
Sejumlah ulama dari daerah Jawa Timur hingga Sumatera juga ikut menegaskan bahwa penggunaan sound horeg bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan dan tidak merugikan orang lain. Mereka menilai bahwa musik bukan masalah utama, melainkan cara penyajian yang melampaui batas.
Dalam forum-forum keagamaan, banyak tokoh agama mengingatkan umat untuk memikirkan hak orang lain. Kegembiraan dalam pesta atau acara hajatan boleh saja dilakukan, tetapi tidak boleh merampas hak warga lain untuk beristirahat. Perspektif ini memperkuat argumen bahwa sound horeg bukan hanya sekadar hiburan, melainkan fenomena sosial yang punya implikasi moral.
Dampak Kesehatan Akibat Paparan Suara Berlebihan
Selain aspek agama, penggunaan sound horeg juga menjadi sorotan dari sisi medis. Suara bising dengan frekuensi rendah yang diputar dalam waktu lama dapat menimbulkan gangguan pada tubuh. Menurut dokter spesialis THT, paparan suara di atas 85 desibel berpotensi menimbulkan kerusakan pendengaran jika terus-menerus.
Gangguan lain yang bisa muncul adalah peningkatan tekanan darah, stres, gangguan tidur, hingga masalah pada jantung akibat paparan getaran bass berlebihan. Anak-anak, lansia, dan orang dengan riwayat penyakit tertentu lebih rentan terhadap dampak ini. Fakta ini menegaskan bahwa fenomena sound horeg bukan sekadar selera musik, tetapi juga ancaman kesehatan masyarakat.
Perspektif Medis: Data dan Fakta Lapangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang terpapar suara bising terus-menerus lebih berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen. Di beberapa wilayah, laporan warga mencatat adanya anak-anak yang kesulitan tidur karena hajatan dengan sound horeg berlangsung hingga larut malam.
Seorang dokter THT menjelaskan, “Suara bass dengan intensitas sangat tinggi bisa menggetarkan gendang telinga secara berlebihan. Jika terus berulang, ini bisa menimbulkan trauma akustik yang sulit diperbaiki.”
Pernyataan ini menambah bukti bahwa masalah kesehatan akibat sound horeg sangat nyata dan tidak bisa diabaikan.
WHO Haram Horeg: Peringatan Global soal Kebisingan
Selain MUI, lembaga kesehatan dunia juga memberikan perhatian terhadap dampak suara berlebih. Dalam laporan WHO, batas aman paparan suara bagi manusia tidak boleh melebihi 85 desibel untuk jangka waktu 8 jam. Jika lebih dari itu, risiko gangguan kesehatan meningkat signifikan.
Informasi lebih lanjut dapat dilihat di WHO haram Horeg.
Meski WHO tidak menggunakan istilah “haram” dalam konteks agama, laporan ini sering dikaitkan dengan larangan MUI sehingga memunculkan istilah populer di masyarakat: “WHO haram Horeg”. Hal ini menjadi pengingat bahwa suara keras bukan hanya isu agama, melainkan masalah global yang menyangkut kesehatan manusia.
Dampak Sosial: Dari Konflik Tetangga hingga Ketertiban Umum
Fenomena sound horeg kerap menimbulkan konflik antarwarga. Tidak jarang terjadi perselisihan antara pemilik acara dengan tetangga yang terganggu. Beberapa kasus bahkan berujung pada tindak kekerasan karena pihak yang merasa dirugikan tidak tahan dengan dentuman suara.
Dari sisi ketertiban umum, aparat desa hingga polisi sering kali turun tangan menertibkan acara yang menggunakan sound horeg berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ini tidak bisa dianggap remeh.
Regulasi Pemerintah dan Penegakan Aturan
Sejumlah daerah mulai menerapkan peraturan yang membatasi penggunaan sound system dengan volume berlebihan. Misalnya, ada jam malam yang membatasi acara musik hingga pukul 22.00. Ada pula aturan terkait batas desibel yang diperbolehkan.
Namun, penegakan aturan di lapangan sering kali menghadapi kendala. Aparat kerap ragu menindak karena khawatir dianggap membatasi kebebasan warga dalam menggelar hajatan. Inilah yang membuat fenomena sound horeg masih terus berulang.
Bagaimana Masyarakat Harus Menyikapi?
Solusi utama sebenarnya ada pada kesadaran masyarakat. Pemilik acara sebaiknya memahami bahwa hiburan tidak boleh mengganggu orang lain. Alternatif seperti menggunakan sound system standar, mengatur volume, atau menutup acara sesuai jam aturan bisa menjadi solusi bijak.
Selain itu, edukasi tentang dampak kesehatan juga penting dilakukan agar masyarakat paham bahwa penggunaan sound horeg bukan hanya soal selera musik, tetapi bisa merugikan jangka panjang. Kolaborasi antara tokoh agama, tenaga kesehatan, aparat, dan masyarakat akan menjadi kunci untuk menertibkan fenomena ini.