Kontroversi Sound Horeg di Indonesia: Antara Hiburan, Kesehatan, dan Regulasi

fatwa haram horeg
fatwa haram horeg


Detikabar.com - Fenomena Sound Horeg di Masyarakat

Sound horeg kini menjadi salah satu tren hiburan musik jalanan yang berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Suara bass menggelegar dari speaker besar mampu menarik perhatian banyak orang, terutama kalangan anak muda. Namun, fenomena ini tidak hanya menimbulkan hiburan, melainkan juga polemik yang memicu perdebatan publik.

Sebagian masyarakat menganggap sound horeg sebagai bentuk ekspresi budaya urban yang wajar. Tetapi, di sisi lain, banyak pihak menilai praktik ini menimbulkan gangguan lingkungan, berpotensi merusak pendengaran, bahkan berujung pada konflik sosial. Perbedaan pandangan inilah yang menjadikan topik ini semakin ramai diperbincangkan.

Dalam konteks ini, muncul berbagai regulasi dan bahkan pandangan keagamaan yang mencoba memberikan batasan. Hal ini membuat diskusi tentang sound horeg tidak bisa dilepaskan dari aspek kesehatan, sosial, hingga hukum.

Dampak Kesehatan Akibat Sound Horeg

Salah satu aspek penting yang sering diabaikan dalam pembahasan sound horeg adalah dampaknya terhadap kesehatan. Tingkat kebisingan yang dihasilkan speaker besar dapat mencapai lebih dari 100 desibel. Menurut pakar kesehatan telinga, paparan suara dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kerusakan permanen pada pendengaran.

Selain itu, suara yang terlalu keras juga berisiko menimbulkan gangguan tidur, stres, hingga meningkatkan tekanan darah. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi hiburan, kondisi ini jelas menjadi masalah serius. Oleh karena itu, pembatasan volume sebenarnya bukan hanya soal kenyamanan, melainkan juga menyangkut keselamatan kesehatan publik.

Perspektif Budaya dalam Penggunaan Sound Horeg

Meski banyak kritik, tidak bisa dipungkiri bahwa sound horeg juga dianggap bagian dari budaya lokal yang tumbuh dari kreativitas komunitas. Anak-anak muda yang tergabung dalam kelompok sound system sering melihatnya sebagai ajang eksistensi, persaingan sehat, dan wadah kebersamaan.

Dalam konteks ini, fenomena sound horeg mirip dengan tradisi musik jalanan di berbagai negara. Bedanya, di Indonesia tren ini berkembang dengan identitas khas, di mana bass dan hentakan ritme menjadi pusat perhatian. Sehingga, pelarangan total bisa memicu perdebatan panjang, karena ada nilai sosial yang ikut dipertaruhkan.

Regulasi Pemerintah Terkait Sound Horeg

Seiring meningkatnya popularitas sound horeg, pemerintah daerah mulai menerapkan aturan ketat. Misalnya, membatasi jam penggunaan, menetapkan batas maksimal volume, hingga melarang penggunaan di area pemukiman padat.

Langkah ini diambil karena banyak keluhan dari warga terkait kebisingan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa daerah bahkan sudah menjatuhkan sanksi administratif bagi penyelenggara acara yang melanggar aturan. Namun, efektivitas regulasi masih diperdebatkan, karena di lapangan sering kali sulit mengendalikan antusiasme komunitas.

Pandangan Ulama dan Fatwa Haram Horeg

Selain regulasi pemerintah, polemik sound horeg juga merambah ranah keagamaan. Sebagian ulama menyoroti praktik ini dari sisi mudarat yang lebih besar dibanding manfaatnya. Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut memberikan perhatian khusus.

Bahkan, muncul pembahasan mengenai fatwa haram horeg yang menekankan bahwa hiburan tidak boleh merugikan kesehatan dan lingkungan sekitar. Fatwa ini menjadi bahan diskusi hangat, karena sebagian masyarakat menilai aturan agama harus mampu menyesuaikan dengan realitas sosial. Namun, bagi kalangan lain, keberadaan fatwa dianggap penting sebagai pedoman moral yang bisa menekan dampak negatif.

Polemik Sosial dan Konflik di Lapangan

Dampak sosial dari sound horeg sering kali nyata terlihat dalam bentuk konflik antarwarga. Tidak jarang, kegiatan hiburan ini menimbulkan gesekan antara komunitas pengguna sound system dengan masyarakat sekitar yang merasa terganggu.

Konflik tersebut dapat berupa adu argumen hingga berujung tindakan hukum. Kasus-kasus seperti ini memperlihatkan bahwa sound horeg tidak bisa dipandang hanya sebagai hiburan biasa, melainkan fenomena sosial yang perlu ditangani secara serius.

Solusi Alternatif untuk Komunitas Sound Horeg

Daripada melarang total, sebagian pihak berpendapat bahwa solusi terbaik adalah mencari titik tengah. Misalnya, menyediakan ruang khusus bagi komunitas sound horeg agar bisa menyalurkan hobi tanpa mengganggu lingkungan. Dengan begitu, aspek budaya tetap terjaga, sementara masalah kebisingan bisa diminimalisir.

Selain itu, edukasi tentang dampak kesehatan dan pentingnya menjaga etika sosial juga perlu diperkuat. Kolaborasi antara komunitas, pemerintah, dan masyarakat akan menciptakan situasi yang lebih harmonis.

Peran Media dalam Mengangkat Isu Sound Horeg

Media massa, baik online maupun offline, punya peran besar dalam membentuk opini publik tentang sound horeg. Berbagai pemberitaan sering kali menyoroti sisi negatif, seperti gangguan lingkungan dan konflik sosial. Namun, ada juga liputan yang mencoba memahami fenomena ini dari sisi budaya dan kreativitas.

Dengan pemberitaan yang seimbang, masyarakat bisa melihat gambaran yang lebih objektif. Hal ini penting untuk menghindari stigmatisasi berlebihan, sekaligus memberikan ruang bagi solusi yang konstruktif.

Masa Depan Sound Horeg di Indonesia

Ke depan, keberadaan sound horeg akan sangat bergantung pada regulasi yang bijak dan sikap masyarakat dalam menanggapi tren ini. Jika ada keseimbangan antara kebebasan berekspresi, kesehatan publik, dan ketertiban sosial, bukan tidak mungkin sound horeg bisa tetap eksis sebagai bagian dari hiburan khas Indonesia.

Namun, tanpa pengaturan yang jelas, fenomena ini berisiko terus memicu kontroversi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran kolektif dari semua pihak agar sound horeg bisa ditempatkan pada posisi yang tepat: hiburan yang tetap sehat, ramah lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik.

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel