Polda Jatim Larang Sound Horeg: Dampak, Aturan, dan Suara Masyarakat
![]() |
| polda Jatim Horeg |
Belakangan, fenomena sound horeg semakin ramai diperbincangkan di Jawa Timur. Aktivitas hiburan yang memanfaatkan perangkat audio berdaya sangat tinggi ini kerap mengundang antusiasme, terutama di kalangan anak muda. Namun, di sisi lain, banyak warga yang merasa terganggu oleh kebisingan yang ditimbulkan.
Atas dasar keresahan masyarakat, Polda Jatim resmi mengeluarkan kebijakan larangan sound horeg. Langkah ini bukan sekadar upaya menjaga ketertiban umum, melainkan juga untuk melindungi kesehatan serta kenyamanan warga. Kebijakan tersebut langsung mendapat sorotan publik karena menyentuh ranah budaya, hiburan, hingga persoalan hukum.
Dengan adanya aturan baru ini, masyarakat kini ingin tahu lebih jauh apa alasan larangan diberlakukan, bagaimana dampaknya, serta apa yang bisa dilakukan penyelenggara acara agar tetap sesuai hukum.
Apa Itu Sound Horeg dan Mengapa Dipermasalahkan?
Sound horeg adalah istilah populer untuk perangkat audio super besar yang menghasilkan suara hingga ratusan ribu watt. Suara bising yang diciptakan dianggap sebagai hiburan bagi sebagian kalangan, tetapi sering menimbulkan kontroversi.
Kebisingan pada level tertentu bisa menimbulkan efek negatif, mulai dari gangguan tidur, konsentrasi, hingga potensi masalah pendengaran permanen. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa paparan suara lebih dari 85 dB secara terus-menerus bisa membahayakan kesehatan telinga.
Bagi sebagian warga, terutama mereka yang tinggal di sekitar lokasi acara, sound horeg bukan lagi hiburan, melainkan sumber gangguan. Karena itu, larangan yang dikeluarkan Polda Jatim dianggap wajar oleh banyak pihak.
Polda Jatim Horeg: Aturan dan Penegakan Hukum
Langkah tegas polda Jatim Horeg merupakan implementasi dari aturan regional yang sudah disepakati pemerintah daerah. Aparat kepolisian menegaskan bahwa setiap penyelenggara kegiatan wajib mengikuti aturan terkait izin keramaian, pembatasan volume, serta waktu pelaksanaan acara.
Jika terbukti melanggar, Polda Jatim menyatakan siap melakukan tindakan mulai dari peringatan, pembubaran acara, hingga proses hukum. Pendekatan ini dilakukan agar tidak ada lagi celah bagi pelaku yang mengabaikan kenyamanan masyarakat.
Lebih jauh, Polda Jatim juga mengimbau agar para penggiat hiburan memahami bahwa regulasi ini bukanlah bentuk pengekangan budaya, melainkan perlindungan sosial dan kesehatan publik.
Perspektif Masyarakat: Antara Hiburan dan Gangguan
Larangan sound horeg menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat, terutama generasi muda, merasa kebijakan ini mengurangi ruang ekspresi dan hiburan mereka. Namun, ada juga warga yang menyambut positif aturan tersebut.
Seorang pedagang makanan di Surabaya, misalnya, mengaku penjualannya menurun setiap kali ada acara sound horeg. Menurutnya, pelanggan enggan datang karena suasana terlalu bising. Di sisi lain, seorang remaja mengatakan bahwa sound horeg merupakan ajang untuk berkumpul dengan teman-temannya.
Konflik kepentingan ini menunjukkan bahwa kebijakan larangan perlu diiringi dengan solusi alternatif agar hiburan tetap hidup tanpa merugikan pihak lain.
Dampak Sosial dan Kesehatan dari Sound Horeg
Selain gangguan kenyamanan, penggunaan sound horeg berlebihan juga memiliki dampak kesehatan yang serius. Beberapa dokter THT menyebutkan bahwa paparan suara keras secara terus-menerus bisa menyebabkan tinnitus (denging di telinga) hingga gangguan pendengaran permanen.
Dari sisi sosial, kebisingan berlebihan bisa memicu konflik antarwarga. Banyak laporan masuk mengenai pertengkaran akibat acara hiburan dengan sound horeg yang berlangsung hingga larut malam. Ini tentu berpotensi menimbulkan masalah hukum baru di tengah masyarakat.
Pandangan Pakar dan Akademisi
Ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Airlangga menilai, kebijakan larangan sound horeg adalah langkah preventif yang tepat. Menurutnya, masyarakat perlu diedukasi bahwa hiburan tidak boleh mengorbankan kesehatan orang lain.
Selain itu, pakar hukum menambahkan bahwa dasar hukum larangan sudah kuat karena aturan tersebut berlandaskan pada peraturan daerah tentang ketertiban umum. Artinya, setiap pelanggaran bisa diproses secara sah, bukan hanya sekadar teguran moral.
Alternatif Hiburan Tanpa Sound Horeg
Bagi pecinta musik, larangan ini bukan berarti menutup peluang berekspresi. Justru, ini bisa menjadi kesempatan untuk mencari alternatif hiburan yang lebih ramah lingkungan dan sosial.
Beberapa komunitas kreatif di Surabaya mulai mengembangkan konsep silent party, di mana pengunjung menggunakan headphone untuk mendengarkan musik. Selain itu, ada juga acara musik akustik dengan sound system yang lebih terkontrol sehingga tidak mengganggu warga sekitar.
Inovasi-inovasi ini bisa menjadi jalan tengah agar semangat hiburan tetap hidup tanpa menimbulkan polemik.
Tantangan Penegakan Aturan di Lapangan
Meski aturan sudah jelas, tantangan utama ada pada implementasi. Masih ada penyelenggara yang mencoba “bermain mata” dengan aparat, atau warga yang tetap mengadakan acara tanpa izin resmi.
Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara Polda Jatim, pemerintah daerah, dan masyarakat. Tanpa dukungan bersama, aturan hanya akan menjadi tulisan di atas kertas tanpa dampak nyata.
Peran Media dalam Mengawal Kebijakan
Media massa memegang peran penting dalam menyebarkan informasi mengenai larangan sound horeg. Dengan pemberitaan yang jelas dan akurat, masyarakat bisa lebih memahami alasan kebijakan tersebut.
Selain itu, media juga bisa menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah dengan menampung aspirasi, kritik, serta solusi alternatif. Dengan begitu, kebijakan larangan tidak dipandang sebagai “pengekangan”, melainkan upaya membangun kehidupan sosial yang lebih harmonis.
